Kamis, 14 Mei 2009

adalah.

kaos dengan lambang salah satu partai sebagai sablonannya, lengket. menempel erat di punggungnya. peluh keringat penyebabnya. nama anak laki - laki kecil itu Bima. nama yang sangat Indonesia. tapi dia lebih senang dipanggil Bimbim. seperti idolanya. salah satu personel grup band itu. aku terus saja mengamati Bimbim dari balik jendela tempat kerjaku. aku kenal dia sudah cukup lama. hampir setahun. ketika itu aku membeli surat kabar yang ia jajakan. sebenarnya aku tak butuh surat kabar itu. toh tempat kerjaku sudah menyediakan 2 surat kabar di tiap meja kerja. aku hanya tertarik membelinya karena iba. perawakannya kurus. yah walaupun tidak kurus - kurus amat. kulitnya terlalu bersih untuk seorang penjaja koran seusianya jika dikomparasi dengan penjaja koran lainnya. usianya belum mencapai belasan. dia terlalu ganteng untuk seorang penjaja koran, bagiku. harusnya dia pergi ke sekolah seperti anak "normal" seusianya. ekonomi adalah pleidoi orangtua agar bisa mengeksploitasi anaknya.


aku meniti anak tangga. turun. hari ini aku pulang cepat. tugasku sudah selesai. aku diberi cuti 2 hari oleh atasanku. dia sangat puas dengan hasil konsep yang kutawarkan untuk proyek acara bulan depan. Ferdi, atasanku, sangat bergembira begitu membuka lembar demi lembar kertas konsep yang sudah kuselesaikan dalam 2 minggu terakhir. dia tersenyum senang dan menyuruhku untuk pulang lebih awal. kuiyakan. kunyalakan rokok begitu aku sampai di luar gedung tempatku bekerja. mataku mencari sosok Bimbim. ah itu dia. aku menemukannya. sedang bersenda gurau di bawah pohon beringin yang rimbun dengan teman - teman seprofesinya. pohon beringin itu seperti rumah kedua untuk Bimbim dan teman - temannya. pohon yang sangat nyaman untuk berteduh di bawahnya dari tajamnya sinar matahari. kadang - kadang aku dihujani tatapan iri dari teman - teman Bimbim ketika aku sedang bersamanya. tapi apa boleh buat. rasa ibaku hanya untuk Bimbim.


aku mendekati pohon beringin tersebut. menghampirinya. mataku bertemu dengan matanya. sorot matanya berubah. aku melihat kesenangan seorang anak kecil di matanya. memang selama ini aku merasa sudah berbuat baik. tak jarang aku memberikan pakaian dan mainan. makanan yang paling sering. setidaknya seminggu 3 kali aku membawa bungkusan plastik hitam berisi jatah makan kantorku untuk kuberikan kepada Bimbim. aku menunggu lampu merah untuk menyeberang. aku hisap dalam - dalam rokok yang 10 menit lalu kubakar ujungnya. hisapan terakhir. lalu kumatikan bara api dengan sol sepatuku. mataku lurus ke depan.


"mas bima!" teriaknya sambil melambai. memanggilku ketika aku masih berada di atas zebra cross perempatan yang terkenal sangat ramai. aku melambai juga.


bukan karena namaku yang serupa dengan namanya yang menjadikan aku memutuskan untuk berelasi dengannya. ada sesuatu yang tak bisa kujelaskan dengan diksi. entah apa namanya. garis bawahnya adalah aku seolah merasa terpanggil untuk berhubungan dengan Bimbim. aku tersenyum. pun dia. tersenyum lebar. aku tau apa yang dipikirkannya. tapi aku tak membawa mainan. aku tahu aku sudah berjanji akan membelikan ia mainan minggu ini. deadline konsep acara membuatku lupa dengan janjiku. minggu depan sajalah aku memenuhi janjiku. lagipula waktu cutiku akan kumanfaatkan dengan berlibur ke puncak berdua dengan pasanganku.


"gimana daganganmu? kamu sudah makan?" tanyaku membuka percakapan dengannya. kurebahkan tubuhku di sampingnya. berjongkok perlahan. aku mengambil sebatang rokok lagi dari saku kemejaku. menyalakannya.

"hari ini agak lumayan mas, tadi ada yang borong" pertanyaan pertama dijawab.

"aku sudah makan mas, kemarin." lirih menjawab pertanyaanku nomer dua.

"ayo sini" ajakku sambil menggamit tangannya.

"kemana mas?" dia bertanya.

"sudah ikut saja. tak usah banyak tanya, Bimbim" jawabku sambil menarik tangannya pelan.


aku membawanya masuk ke dalam gang di sebelah kantorku. aku tinggal di rumah kost. aku tak punya siapa - siapa di kota metropolitan ini. kusuguhkan makanan jatah dari kantor sesampainya di tempat kostku. hari itu kostku sedang sepi. kamar sebelah kiri kamarku sedang kuliah. kamar sebelah kanan kamarku sedang pulang ke klaten untuk menghadiri resepsi pernikahan kerabatnya. aku tahu dia sangat lapar. beberapa kali kontraksi perutnya terdengar olehku. matanya berbinar ketika tangannya menerima bungkusan coklat. dia membuka bungkusan itu dengan tergesa. lapar sangat yang membuatnya begitu.


"mas ga makan?" tanyanya. aku yakin itu cuma basa basi. hanya formalitas. tapi aku senang ditanya begitu.

"nanti saja" jawabku. "aku belum lapar". sebenarnya aku lapar. tapi aku masih bisa menahannya.

"setelah makan, kamu siap - siap di sana ya" lanjutku sambil menunjuk kasur pegas ukuran besar di kamar kostku. "mas mau pergi ke depan sebentar". aku berlalu setelah membuka daun pintu kamarku.

"iya mas. mas mau kemana?" tanyanya lagi dengan terbata - bata. mulutnya dipenuhi nasi dan potongan ayam.


"ke circle k, beli minuman ringan dan kondom" kujawab sekenanya sambil mengunci daun pintu kamarku.


[jogjakarta. 14 mei 2009. 02:12 pm. fikri]