Senin, 13 Desember 2010

Karangwuni Festival 2010

Minggu, 12 Desember 2010, saya terbangun jam enam pagi karena terganggu suara musik dangdut yang begitu kencang. Seminggu sebelumnya memang ada hajatan nikah di sebelah kost. Tepat di sebelah kost. Saya awalnya mengira dangdutan tadi adalah sekuel dari resepsi pernikahan. Berhubung suaranya keras sekali, saya segera menuju ke luar kamar kost. Amplifier memang mengarah langsung ke bangunan kost saya. Jarak antara amplifier dengan bangunan kira – kira dua meter. Haha. Pantas saja bising.


Ternyata bukan. Acara tersebut adalah bagian dari Karangwuni Festival 2010. Yang sedang berlangsung sekarang adalah kesenian kuda lumping. Grand Opening-nya 18 Desember 2010 (tertulis dalam spanduknya memang demikian). Acaranya antara lain donor darah, sepeda hias, tabligh akbar, dan kesenian daerah. Tadi sempat gerimis, langit juga gelap, tapi lima menit kemudian lenyap. Ajaib.











Dalam acara begini, selalu ada tukang. Tukang makanan berjejer. Dari mie ayam, es krim, cireng, cimol, siomay, hingga ke sate, dan bakso, semuanya enak ya! Haha. Tukang mainan, tukang yang paling dihindari ibu yang membawa anak. Dulu ibu saya juga begitu. Haha. Balon berbentuk bola, pesawat, dan jagoan kartun, mobil – mobilan, robot – robotan, dan boneka. Tukang minuman lunak (softdrink), tukang es krim potong, dan tukang es krim bermerek terkenal, dapat dua keuntungan. Menonton hiburan gratis dan dagangannya laris.







Tukang parkir, hanya bermodal rompi oranye dan beberapa lembar kertas, bisa memaksa orang untuk menyerahkan seribu rupiah. Tadi saya tidak sempat menghitung berapa jumlah motor yang parkir di depan kost saya. Sekitar tigapuluhan. Jika dikali seribu per motor, berarti tigapuluh ribu. Lumayan, beban rokok sebungkus, makan siang dan makan malam sudah tertutup.





Ibu – ibu menggendong anaknya dengan berbagai posisi. Menggendong standar, menggendong standar sambil jinjit, menggendong di pundak, menggendong di pundak sambil jinjit, menggendong punggung, dan menggendong punggung sambil jinjit. Haha.





Juga dipenuhi remaja perempuan tanggung yang merias diri tidak seperti seusianya. Tadinya saya mau memotret mereka, tetapi keburu dipelototi kawan prianya. Saya takut dikira fedofil. Kawan – kawan prianya memakai kemeja seragam, dibelakangnya ada tulisan “tawon nd@s”. Mungkin semacam geng motor. Atau geng penonton jathilan. Entahlah.





Tulisan tentang jathilannya? Ah, saya rasa anda lebih tahu tentang kebudayaan ini. Saya tidak berani diprotes. Dan ketika saya sedang menulis ini, terdengar suara perempuan berteriak. Saya ke sana lagi ya!








[jogjakarta. 12 Desember 2010. 02:14 PM. fikri]