Sabtu, 13 Juni 2009

Tiara.

bau tubuhnya menyatu dengan larutan bersubstansi hasil fermentasi gandum. aku sudah dibanjiri keringat. kipas angin tak mampu melawan hawa panas ini. hawa panas dalam makna denotasi dan makna konotasi. hari ini, 29 februari, harus dirayakan. 4 tahun sekali. dia datang memenuhi janjinya seusai mengirimkan pesan singkat ke dalam telepon selulerku ribuan detik yang lalu. ah aku tak peduli alasan dia datang. yang pasti libidonya sedang berada di titik tertinggi saat ini. entah apa penyebabnya.

dia berhenti. matanya menghakimiku. aku tahu. langsung saja aku nyalakan lilin dan memberinya cambuk. aku suka dicambuk dan ditetesi lelehan lilin panas. dia lebih suka kegiatan tadi dengan awalan me. aku sadomasokis pasif, dia aktif.

software winamp dalam komputer sudah aku klik 2 kali. lagu metallica berbaris. knop speaker sudah kuputar hingga angka 7. aku tak berani memutarnya hingga angka 10. menyiksa speakerku. sengaja aku pilih lagu dengan distorsi tingkat tinggi dan suara parau si pemegang mikrofon agar desahan Tiara tak terdengar hingga ke ujung jalan. erangan kesakitanku juga berbaur.

kakinya menyerempet badan botol bir. bunyinya cukup keras. aku tak peduli. dia juga. bagaimana mau bergerak? kedua tanganku diikatnya kencang dengan tali jemuran yang disimpul mati ke kayu ranjang yang berdiri vertikal. mukaku pun tertutup g-stringnya. aroma alat genital menyeruak masuk menusuk hidungku. aku kehilangan fungsi indera penglihatan. jari kakiku tertekuk. respon reflek. tanpa melewati otak terlebih dahulu. reaksi atas ketidakmampuan tubuh menerima sensasi ini.

Tiara menata kembali perlengkapan yang masih basah berlendir. menyembunyikan tepatnya. Tiara berlalu setelah mengambil g-stringnya dari wajahku. suara pintu kamar mandi tertutup tertangkap oleh telingaku. tak lama ia kembali. duduk di meja rias. sebut saja begitu, karena meja rias itu hanya meja kayu yang sudah lapuk dan diberi tambahan cermin di atasnya. mengeluarkan tas kecil berisi alat rias dari tas besarnya. menebalkan wajahnya dengan taburan bedak dan apalah. aku tak begitu hapal nama alat kosmetik perempuan. aku paling suka melihat adegan perempuan menguncir rambutnya. puncak sensualitas berada di sana. dia tahu aku suka itu. dia melakukannya sambil menatap mataku dari pantulan cermin. aku masih saja tertidur di kasur yang lembab ini. hanya bedanya kali ini dengan ikatan yang sudah longgar.

"aku pergi dulu nyet" katanya.

dia, Aisyah Tiara, memudar dari penglihatanku, sambil membetulkan posisi jilbabnya.

[jogjakarta. 23 mei 2009. 02:17 am. fikri]

1 komentar:

  1. ganti profesi jadi penulis stensilan?

    haha,,endingnya sangat naif dan realistis pik

    BalasHapus