Jumat, 25 Juni 2010

Hari Minggu yang Terdepresiasi


Ketika masih berseragam enam hari dan bercelana merah, hari Minggu adalah hari keren. Saat – saat semua kartun eksis. Semua kartun banci tampil. Bukan hari minggu rasanya jika tak menonton Doraemon. Kartun kucing robot berpengisi suara Nurhasanah, yang terdengar seperti oom – oom senang. Haha. Bukan, bukan Cuma kartun yang membuat hari Minggu selalu ditunggu. Rumah saya pun ramai dikunjungi rekan sepantaran. Main Nintendo dan Sega. Dengan segala macam aktivitas seperti pertukaran kaset dan rebutan tongkat kesenangan, joystick. Ada fakta yang menarik, jika kaset Nintendo atau Sega ngadat, cara mengatasinya sama se-Indonesia. Ditiup. Hahaha.


Bukan, bukan main dengan konsol saja yang membuat hari minggu ditunggu. Hari Minggu adalah hari ke pasar tradisional sedunia. Menemani Mama belanja ke pasar dan membawakan keranjang belanja. Membeli mainan baru di pasar, adalah sesuatu yang sangat mantap. Tak ada yang lebih mantap dari hal tersebut. Bukan, bukan karena saya dapat mainan baru dan harus membawa keranjang belanja yang membuat hari Minggu mantap. Hari minggu adalah jadwal Papa saya masak! Ya Papa saya jago masak. Gado – gado, udang asam manis, mie goreng, sebut apa sajalah, dan Papa siap mengkonversi resep menjadi makanan. Hehe.


Bukan, bukan karena jadwal Papa masak yang membuat hari Minggu begitu ditunggu. Hari Minggu adalah jadwal keluarga berkumpul. Pergi memancing bersama keluarga itu rock n roll sekali! Setelah berkumpul makan masakan Papa, biasanya kami sekeluarga pergi memancing sampai sore. Walaupun ikan yang didapat hanya Mujair sebesar jari, tapi kesenangannya berlimpah. Ikan minimalis, efek maksimal.


Kemudian beranjak ke sekolah menengah pertama, kesenangan akan hari Minggu mulai berkurang. Selain produksi hormon yang mulai berlebih, kartun juga mulai sedikit terdistraksi. Saat – saat akan menuju umur tujuhbelas, saat akan memasuki fase puber, membuat kartun terlihat tak keren lagi. Tak dewasa. Nintendo dan Sega tergantikan oleh Playstation. Aktivitas meniup kaset rusak, rebutan joystick, barter kaset, mulai menguap. Rekan – rekan yang berkumpul menyublim. Berganti dengan diskusi seminar bagaimana membuat motor menjadi lebih lesat atau terlihat indah. Pasar tradisional terdengar sangat tak mantap. Becek dan menjijikan. Keranjang belanja Mama terlihat sangat berat. Papa juga sudah mengganti jadwalnya. Tak ada lagi gado – gado dan udang asam manis. Makanan beli dari luar rumah terhidang di meja makan. Efektivitas dan efisiensi alibinya. Kolam pemancingan mulai jarang didatangi.


Suara pun sudah berubah, jakun menyembul di leher. Saya sudah mutasi ke ibukota. Tak lagi di Bontang. Hari Minggu adalah hari istirahat dari tugas LKS. Sekolah Menengah Atas Negeri 28 yang katanya adalah unggulan nasional plus – plus (ini serius, saya pernah membaca label tambahan seperti itu) sangat menyiksa. LKS yang tak pernah berhenti meminta untuk dikerjakan. Hari Minggu adalah hari mencuci seragam sekolah dan baju lainnya. Hari Minggu adalah hari main Counter Strike. Titik. Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual. Selamat tinggal masakan Papa. Kolam pemancingan resmi kehilangan pengunjung tetapnya.



Kini tak lagi berseragam. Tak lagi ada pasar tradisional. Tak ada lagi masakan Papa. Tak ada lagi kumpul keluarga. Tak ada lagi Nintendo dan Sega. Tak ada lagi hari Minggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar