Senin, 31 Mei 2010

Klenik Mistik


Percaya hal yang klenik, mistik, atau apalah yang penting membuat rating televisi naik? Hmm, sebenernya gw juga ga begitu percaya. Tapi apa boleh buat terlalu banyak hal yang irasional tak terdefinisi. Lagipula sekarang mereka sedang populer. Banci tampil. Spanduk bioskop isinya mereka semua. Hahaha.

Bokap gw memutuskan transmigrasi dari Jakarta menuju Bontang, Kalimantan Timur, tahun 1982. Bisa ngebayangin seperti apa Pulau Kalimantan pada tahun tersebut? Hahaha. Ya, Ia pindah ke sana untuk tujuan karir.

Tahun 1983, bokap menempati rumah dinas. Beserta istrinya yang diajak pindah. Ada kejadian lucu ketika nyokap sampai di Balikpapan.

“Mau kemana, Bu?”, Tanya orang di Bandar udara.

“Ke Bontang, Pak. Ikut suami saya”, nyokap mengeksplanasi.

“Wah ke Bontang ya? Hati – hati di sana banyak monyet segede orang”, yang dianggap nyokap sebagai kelakar mencoba akrab. Begitu sampai di Bontang, ternyata memang monyet segede orang dan orang segede monyet. Oiya satu lagi! Babi segede sapi. Ini beneran.

Gw belum dicetak waktu itu. Masih encer. Hahaha. Kompleks rumah dinas dulunya merupakan hutan. Kemudian dijadikan kerajaan lengkap dengan fasilitas pendukung. Beberapa bulan bokap dan nyokap tinggal di sana belum ada kejadian apa – apa. Masih normal pada umumnya.

Lalu kejadian aneh mulai muncul. Aktivitas yang tak dapat dilogikakan.

Pada suatu hari, bokap mendapati mangga sebuah tergeletak begitu saja di depan pintu depan rumah. Tersenggol nyokap pikirnya. Lalu dibiarkan lalu. Ternyata setelah itu, banyak barang dan benda rumah yang pindah dari tempat asalnya. Input dan outputnya berbeda. Pulpen tiba – tiba di kamar mandi. Tas kerja tiba – tiba di dapur. Polstergeist syndrome. Bokap udah merasa ada sesuatu yang ga beres.

Di hari lain aktivitas tak terlogikakan semakin menjadi. Semakin eksis. Kenyamanan semakin didambakan keluarga ini. Hahaha apa sih. Pagi itu nyokap sedang masak untuk sarapan. Bokap sedang menyetrika baju kerja. Dan tiba – tiba kamar mandi pintunya terkunci. Suara orang sedang mandi terdengar kencang. Lengkap dengan suara guyuran air dan tak lupa siulannya. Gw belum dicetak waktu itu, masih encer, ini untuk menegaskan sekali lagi. Setelah kira – kira limabelas menit, pintu terbuka dan kosong. Entah siapa yang mandi.

Bokap yang emang mewarisi gw sifat absurd, kalau pulang ke rumah diawali dengan “assalamualaikum, hantu”. Otaknya mungkin sudah sedikit geser. Hahaha. Kejadian polstergeist semakin sering. Temen – temen bokap berkunjung ke rumah. Penasaran.

“Mana katanya ada hantunya? Ini aman begini kok”

“Liat aja ntar”

Ketika mereka pulang. Kendaraan – kendaraan mereka kempes. Ban serep tak berguna. Karena yang kempes semua ban. Hahaha. Akhirnya mereka mengakui keangkeran rumah gw.

Permadani terbang adalah mitos di dataran Arab. Lain lagi dengan Bontang. Bokap dan nyokap yang sedang tertidur pulas terpaksa bangun. Kenapa? Karena kasurnya melayang! Kasur melayang! We te ef! Bokap panik. Tapi bukan di disko. Maaf sedikit lelucon tak lucu. Hehe. Ayat kursi menjadi idola masa itu. Hahaha.

Belum lagi ketika bokap dan nyokap sedang bersantai di ruang tengah. Sedang bercengkerama atau mungkin sedang mencetak gw, hahaha. Ada suara degup jantung di jendela. Udah serem? Belum? Okay gimana suara degup jantung lengkap dengan jantungnya! Jantung nempel di jendela! Hahaha apa itu! Kalau yang nempel segelas soda sih gapapa. Hahaha. Ini jantung! Dua kali we te ef!

Kejadian terakhir adalah puncak dari semuanya. Hujan turun dengan derasnya. Bagai langit tak berkondom. Metafora sedikit gapapa ah. Lalu dua ekor kucing bermata merah ngamuk di jendela rumah. Gw ulangin, dua kucing bermata merah! Tiga kali we te ef! Bangsat! Kucing apaan matanya merah! Dua kucing bangsat yang kayak anjing itu mencoba masuk. Dan mereka lompat ke genteng yang tingginya tiga meter! Lompat sekali tiga meter! Wow magic! Mereka memukul – mukul genteng dan pintu serta jendela. Mencoba masuk. Suara mereka bukan kucing. Tapi harimau! Anjing!

Bokap bergerak ke gudang. Parang tujuannya. Nyokap mencegah dengan segala daya upaya. Lagi hamil katanya tak boleh membunuh hewan. Okay kalimat tadi menegaskan bahwa gw sudah tercetak. Hahaha. Akhirnya niat membunuh kucing mata merah dengan parang diurungkan. Lebih realistis memanggil orang pintar. Hahaha memanggil orang pintar terdengar lebih realistis daripada membunuh kucing mata merah dengan parang. Paradoks.

Orang pintar datang. Ia meminta kopi satu ceret. Selanjutnya bacaan – bacaan entah apa ditransfer ke dalam ceret. Kopi dituangkan ke tiap sudut rumah. Caranya memang tak rasional. Tapi itu berhasil. Kejadian tak terdefinisi lenyap! Bokap nyokap tinggal dengan aman setelah kopi sudut rumah. Mereka tak lagi gelisah.

Beberapa hari kemudian, tetangga datang dengan panic ke rumah. Suaminya bertindak layaknya kucing.
----------------------------------------------------------------

*diceritakan langsung oleh si korban yang tak lain tak bukan adalah bokap gw.

[Jogjakarta. 31 Mei 2010. 01:25 PM. Fikri]

1 komentar: